Tuesday, 2 August 2011

Bulan Al Quran

Allah berfirman: “Pada bulan ramadhan, diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu barangsiapa diantara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya) berpuasa, sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS Al Baqarah [2]:185)

Manusia dalam kehidupannya selalu melupakan jati diri nya. Darimana ia berasal dan kepada apa ia akan kembali. Kehidupan dunia yang bertumpu pada kesenangan materi dan kekuasaan yang semu telah melumpuhkan akal dan hatinya. Akalnya selalu berpedoman kepada bagaimana memperoleh keuntungan materi agar dapat hidup berkecukupan dan memperoleh kesenangan. Dan hatinya selalu tidak puas terhadap apapun yang didapat, menyebabkan tertutupnya kepekaan akan keadaan diluar dirinya. Hati yang kemudian dengan mudah untuk dihinggapi segala penyakit seperti iri, dengki, sombong (ujub), riya’ dan takabur.

Rasulullah saw bersabda, “Ada segumpal daging dalam diri manusia itu. Jika ia baik, maka baiklah seluruh keadaannya. Segumpal daging itu adalah hati” (HR Muslim)

Seseorang jika diberi kekuasaan dan harta yang cukup oleh Allah Azza wa Jalla, cenderung ingin melintasi hari-hari dalam kehidupannya sesuai dengan keinginannya. Tidak peduli berapa biaya yang harus dikeluarkannya, semua itu harus diraihnya demi memuaskan nafsunya.

Seorang ulama pernah bertanya kepada seorang muridnya, “Tahukah engkau perbedaan orang miskin dengan orang kaya?” Sang murid menjawab, “Pada seberapa banyak harta yang dimilikinya.”

Ulama itu menyampaikan apa yang diyakininya, “Bukan! Seorang yang kaya ingin selalu menjalani hidupnya sesuai dengan keinginannya. Ia merasa mampu untuk itu. Dan bukan saja dirinya tapi ia juga berusaha untuk mengatur kehidupan orang-orang disekelilingnya apakah itu istrinya, anak-anaknya ataupun orang-orang yang bekerja padanya untuk selalu mengikuti kemauannya. Ia mengganggap dirinya dapat melakukan apa saja walaupun kenyataannya tidak demikian.”

Ulama itu melanjutkan, “Sedangkan seorang yang miskin itu selalu menjalani kehidupannya sesuai apa yang ia dapatkan. Ia selalu bersabar terhadap apapun yang ia peroleh dan menjalani hidup ini dengan bertawaqqal (berpasrah diri kepada Allah). Ia lebih sering tidak dapat melaksanakan keinginannya disebabkan keterbatasan yang ada pada dirinya.”

Jawaban ulama itu mengingatkan kita pada suatu doa yang pernah Rasulullah saw mohonkan kepada Rabb-nya Yang Maha Agung.

“Ya Allah, hidupkanlah aku sebagai orang miskin, wafatkanlah aku sebagai orang miskin. Dan bangkitkanlah kelak aku bersama dengan orang miskin.” (HR At-Tirmidzi)

Hadish ini bukanlah karena Rasulullah bercita-cita menjadi orang miskin, tapi yang Rasulullah saw minta kepada Allah agar hatinya selalu dilingkupi oleh sifat-sifat kemiskinan. Seberapa banyak pun harta ataupun kekuasaan yang dimiliki tidak akan pernah membuat dirinya merasa mapan.

Rasulullah Saw sangat sadar bahwa harta dan kekuasaan itu letaknya bukan di hati, Jika seseorang menempatkannya di hati maka ia akan merasa kuat dan berharga jika memiliki. Dan sebaliknya, ia akan merasa lemah dan tak berdaya jika kehilangan. Hal ini sesuai dengan firman Allah, “Ketahuilah bahwa sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena melihat dirinya berkecukupan.” (QS Al ‘Alaq [96]:6-7).

Alangkah indahnya jika seorang hamba dapat menjaga hatinya untuk selalu membutuhkan Allah. Sesungguhnya, hal yang paling indah yang dapat kita rasakan dalam kehidupan ini adalah ketika kita merasa begitu miskin dan rendah dihadapan-Nya, lalu kita bermohon akan rahmat-Nya.

Bulan Ramadhan adalah bulan dimana diturunkan permulaan Al Quran yang mulia. Sempatkanlah diri kita untuk membacanya disaat selesai mengerjakan shalat fardhu, apakah itu Shubuh, Dzuhur, Ashar, Maghrib atau jauh ditengah malam. Sempatkanlah diri kita antara 10-15 menit untuk membaca dan merenungi terjemahannya agar hati kita menjadi jernih kembali, keimanan kita bertambah kuat dan akal kita akan sehat. Hati yang jernih dan akal yang sehat serta keimanan yang kuat akan membawa kita kepada keadaan yang selalu membutuhkan Allah ‘Azza wa Jalla. Semua yang ada hanya tunduk pada kekuasaan-Nya. Bumi ini akan terus berputar dan dunia ini akan terus bergerak dalam genggaman-Nya, tanpa ada sekutu bagi-Nya.

Sebahagian dari kita menjalani hari-hari dibulan ramadhan dengan membaca Al Quran baik secara perorangan maupun beramai-ramai untuk menyelesaikan sebanyak 1 juz per hari tanpa mengerti akan apa yang mereka baca. Mereka enggan untuk membaca terjemahannya. Mereka hanya mengharap pahala dari apa yang mereka baca. Marilah kita ubah kebiasaan ini. Biasakanlah untuk membaca Al Quran dan terjemahannya agar hidayah Allah dekat kepada kita dan rahmat Allah tercurah kepada kita. Insya Allah, keyakinan akan kekuasaan Allah akan bertambah dan hal ini akan membuat kehidupan kita lebih mudah untuk dijalani.

Yang fakir kepada ampunan
Rabb-nya Yang Maha Berkuasa

M. Fachri

No comments:

Post a Comment