Untuk seorang kakak yang dicintai...
“Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) yaitu kitab (Al Quran) itulah yang benar, membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya. Sungguh Allah benar-benar Maha Mengetahui, Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya. Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih diantara hamba-hamba Kami, lalu diantara mereka ada yang menzalimi diri sendiri, ada yang pertengahan dan ada (pula) yang lebih dulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang besar.”(QS Fatir [35]:31-32)
Seorang kakak baru saja berpulang kehadirat Allah Azza wa Jalla setelah mendapat ujian penyakit yang cukup lama. Di masa-masa akhir hidupnya, ia harus menetap di sebuah rumah sakit dalam kondisi naik dan turun bagai silih bergantinya berbagai ujian yang dihadapinya selama ini. Akhirnya, setelah lebih 40 hari ia berjuang, Allah Azza Wa Jalla mengirimkan malaikat-malaikat-Nya untuk menjemputnya di suatu siang. Ia sempat berwasiat kepada hamba itu di hari-hari awalnya berada di rumah sakit. Ia ingin dimakamkan sesuai dengan sunnah Nabi. Ia ingin disegerakan dan tidak ingin jenazahnya harus bermalam yang menyebabkan ia terlambat untuk bertemu Rabb-nya Yang Maha Agung. Begitu salah satu dari pesannya.
Walaupun ia berpulang jauh setelah waktu Dhuhur terlewati, kami berusaha untuk memenuhi wasiatnya. Dalam sorotan lampu dua kendaraan pengantar, kami menurunkan jenazahnya di sebuah liang yang bersebelahan dengan kedua orangtuanya dan suaminya yang lebih dulu berpulang daripadanya.
Tidak ada doa bersama setelah nisan kayu bertuliskan namanya disematkan di atas kepala tempatnya tebujur. Hal ini sesuai dengan permintaannya. Kami hanya berdoa sendiri-sendiri, memohon agar Allah Azza wa Jalla memberi kekuatan kepadanya untuk menjawab pertanyaan para malakait-Nya dan memohon agar Allah menaunginya disetiap saat sampai hari kiamat kelak. Begitulah tuntunan Rasulullah Saw dalam mengantarkan jenazah seorang muslim.
Satu persatu pengantar meninggalkan pemakaman itu. Sorotan lampu kedua kendaraan itu berpendar dan meredup. Sepi yang tinggal tanpa kesan apapun. Hamba itu masih duduk dan teringat akan sebuah hadish qudsi yang disampaikan oleh Rasulullah Saw melalui Anas bin Malik ra.
Rasulullah Saw bersabda, “Allah Azza wa Jalla berfirman, “Sesungguhnya diantara hamba-hamba-Ku ada yang tidak baik keimanannya kecuali dengan kemiskinan dan jika dimudahkan rezeki kepadanya niscaya hal itu akan merusaknya. Diantara hamba-hamba-Ku ada yang tidak baik keimanannya kecuali dengan kekayaan, dan kalau Aku jadikan ia miskin niscaya keadaan itu akan merusaknya. Diantara hamba-hamba-Ku ada orang yang tidak baik keimanannya kecuali dengan kesehatan dan jika aku buat ia sakit niscaya keadaan itu akan merusaknya. Dan diantara hamba-hamba-Ku ada orang yang tidak baik keimanannya kecuali dengan sakit dan jika Aku sehatkan niscaya keadaan itu akan merusaknya. Diantara hamba-hamba-Ku ada yang ingin untuk melakukan segala kebaikan tapi aku tahan ia darinya agar rasa bangga (ujub) tidak menyusup dalam dirinya. Sesungguhnya Aku mengurusi seluruh urusan hamba-hamba-Ku berdasarkan pengetahuan-Ku tentang apa yang ada dihati mereka. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui dan Maha Mengenal.” (HR Ath-Thabrani)
Maha Kuasa Allah yang selalu mengurusi segala keperluan para hamba-Nya yang beriman. Sungguh manusia tidak dapat menilai seseorang dari apa yang telah ia dapatkan di dunia ini. Keberhasilan dan kesuksesannya yang terlihat oleh mata bisa jadi bukanlah sebuah kebaikan baginya. Kemuliaan seseorang bukanlah terletak dari seberapa banyak harta yang ia kumpulkan di dunia ini dan seberapa besar kekuasaan yang ia genggam tapi lebih kepada ketaqwaan yang bersemai di hati. Ketaqwaan yang akan selalu menerangi kehidupannya sampai akhirnya ia menemui Rabb-nya Yang Maha Agung.
Seorang ulama abad petengahan Ibnu Qayyim Al Jauziyah dalam bukunya yang berjudul Zadul Ma’ad. Sebuah buku yang menjadi sumber referensi yang tidak pernah habis-habisnya bagi siapa saja yang ingin meraih kebahagian dalam naungan agama Allah Azza wa Jalla. Pada mukaddimah bukunya tersebut, ia menulis sebuah pemikiran yang amat gamblang:
“Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan semua yang baik-baik dengan segala sisinya di surga dan ia telah menetapkan semua yang buruk dengan segala sisinya di neraka. Surga adalah tempat tinggal yang diperuntukkan bagi orang yang baik-baik dan terlarang bagi orang yang jahat. Neraka diperuntukkan bagi orang yang jahat dan buruk dalam perangai dan tidak dapat dimasuki kecuali oleh orang yang jahat. Sedangkan dunia adalah tempat dimana kebaikan dan keburukan itu bercampur. Sebab itu terjadilah di dalamnya ujian atau cobaan agar Allah dapat melihat bagaimana seorang hamba bereaksi atas apa yang menimpanya.
Apabila tiba hari berbangkit kelak, Allah Azza wa Jalla akan memisahkan kedua golongan ini. Dunia sudah binasa. Yang ada hanya dua tempat kembali: Surga dan Neraka. Orang yang beruntung lagi baik, tak pantas baginya kecuali yang baik, ia tidak datang kecuali kepada yang baik, tidak lahir darinya kecuali yang baik dan tidak menemani dirinya kecuali yang baik pula.
Berbeda dengan orang yang rugi lagi jahat, tidak pantas baginya kecuali yang jelek, ia tidak datang kecuali pada yang jelek, dan tidak lahir darinya kecuali yang jelek pula. Orang yang jahat itu terpancar dari hatinya kejelekan melalui lidah dan anggota-anggota tubuhnya.
Tidak jarang pada diri seorang hamba, kedua sifat baik dan buruk ini terangkum menjadi satu. Maka apabila Allah menghendaki padanya suatu kebaikan, niscaya Allah akan mensucikannya dari segala sesuatu yang buruk sebelum kematiannya, sehingga ia datang kepada Allah kelak dalam keadaan suci dan bersih. Untuk mensucikan hamba ini, Allah memudahkan baginya untuk melakukan amal shaleh ketika hidup di dunia dan menuangkan mushibah yang dapat menjadi penebus dosanya. Allah memberikan kekuatan kepada hamba-Nya ini dengan hidayah agar selalu sabar menghadapi semua mushibah yang ia lalui. Salah satunya adalah dengan penyakit.
Dalam keadaan yang lain, Allah Azza wa Jalla membiarkan seorang hamba-Nya menghimpun sifat baik dan buruk ini sampai akhirnya kelak ia menemui kematiannya. Ia terhambat untuk memperoleh ‘bahan pencuci dosa’. Akibatnya kelak ia akan menemui Allah dengan membawa sesuatu yang buruk yang menyebabkan ia harus mendekam untuk sementara waktu di neraka. Sampai kapan? Hanya Allah lah yang tahu akan hal itu. Yang pasti adalah ia harus menjalani hari-harinya di neraka sampai dirinya bersih dari berbagai keburukan yang melekat pada dirinya. Tidak mungkin suatu keburukan akan berhimpun dengan kebaikan kelak di akhirat. Neraka hanya diperuntukkan untuk keburukan sedangkan surga diperuntukkan bagi segala kebaikan.”
Maha Suci Allah yang selalu menguji hamba-hamba-Nya untuk membersihkan diri mereka agar kelak pertemuan dengan-Nya adalah sesuatu yang membahagiakan hati. Jauh dari kesuraman dan penyesalan.
Rasulullah Saw bersabda, “Ujian akan senantiasa menyertai seorang hamba hingga ia berjalan dimuka bumi, sementara tidak ada lagi satu kesalahan pun pada dirinya.” (HR Ath Tirmidzi)
Yang fakir kepada ampunan
Rabb-nya Yang Maha Berkuasa
M. Fachri